Selamat malam sehat semuanya kali ini saya akan menulis tentang 3 contoh perubahan bisnis atau sosial yang dapat melunturkan nilai etika tradisional dan pelanggaran-pelanggaran terhadap etika akan mendapatkan sanksi sosial ataupun sanksi hukum
tulisan ini kami rangkum dengan
tujuan berbagi pengetahuan berbagi pengetahuan serta untuk tugas dari
mata kuliah Etika Profesi dunia IT.
Kemajuan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi memang begitu pesat, bahkan sangat pesat. Terlihat dari banyaknya
alat teknologi dan komunikasi yang semakin canggih, beragam, dan dalam jumlah
yang luar biasa. Kemajuan ini membawa efek positif bagi kehidupan manusia dan
beberapa proses bisnis maupun proses non-bisnis lainnya. Sebagai contohnya,
dengan adaya koneksi internet saat ini, seorang dosen dapat meng-upload materi
ajarnya di internet, entah di situs penyimpanan online ataupun di blog pribadi
guru tersebut, sehingga para mahasiswa dapat mengakses materi kuliah tersebuit
di manapun dan kapanpun mereka inginkan, asal ada koneksi internet, tentunya.
Begitu juga teknologi lainnya, seperti printer, telepon genggam, GPS, dan lain
sebagainya.
Namun, setiap benda di dunia ini pasti punya sisi positif dan
negatif, atau kelebihan dan kekurangannya. Dan teknologi informasi-komunikasi
pun takkan bisa kuput dari kedua sisi ini. Dan dalam tulisan ini, akan sedikit
saya singgung sisi kekurangannya atau dampak kemajuan teknologi yang merubah
proses bisnis maupun sosial yang dapat melunturkan nilai-nilai etika
tradisional kemasyarakatan.
1.
Proses Jual Beli dan Hubungan Anak Perantauan dengan Orangtua
Mau tidak mau, proses yang satu ini musti akan ikut berubah prosesnya. Dulu, orang jual beli memakai model barter, sebelum orang mengenal uang. Lalu setelah mengenal uang, orang mulai membeli dan menjual, dengan uang sebagai alat tukarnya. Dan proses itu biasa terjadi sebuah tempat yang disebut PASAR, dan tempat itu memang punya fisik, nyata, dan bisa didatangi oleh setiap penjual dan pembeli. Tapi, kini? Bagaimana kita saksikan seorang di Indonesia dapat berbelanja laptop dari Jepang tanpa harus pergi ke sana dan tanpa harus repot menukar uang dan tanpa capek karena perjalanan panjang. Cukup di rumah, bermodalkan koneksi internet, proses itu semakin terasa cepat. Dalam proses sosial, hal itu pun bisa terjadi.
Mari kita lihat bagaimana TI mempengaruhi proses jual beli dan proses sosial, misalnya antara seorang anak dengan orangtuanya.
•Pada teknologi modern masa kini, jual-beli dilakukan di mal-mal ataupun melalui internet dengan menggunakan jasa paypal atau melalui transfer bank.
• Tidak adanya tawar menawar secara face to face dalam proses jual-beli, meski proses itu tetap ada, namun tanpa bertatap muka.
• Pada masa kini, orang-orang lebih mengutamakan berkomunikasi dengan menggunakan situs jejaring social seperti facebook, twitter, friendster, dan lain sebagainya.
• Orang jadi lebih sering berada di dunia maya sehingga menyebabkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar yang merupakan dunia nyata di mana ia tinggal menjadi berkurang.
• Hilangnya kode etik dan rasa takut untuk melakukan hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi, karena identitas di sana bisa saja dipalsukan atau disembunyikan.
• Lunturnya etika berkata-kata secara sopan santun, karena munculkan bahasa-bahasa ‘gaul’ yang kadang kasar dan sulit dimengerti oleh orang lain.
• Berkirim pesan lewat facebook atau twitter atau yang lain, di sampng memang lebih cepat, tapi esensi silaturahim dan saling berkunjung menjadi langka.
Mau tidak mau, proses yang satu ini musti akan ikut berubah prosesnya. Dulu, orang jual beli memakai model barter, sebelum orang mengenal uang. Lalu setelah mengenal uang, orang mulai membeli dan menjual, dengan uang sebagai alat tukarnya. Dan proses itu biasa terjadi sebuah tempat yang disebut PASAR, dan tempat itu memang punya fisik, nyata, dan bisa didatangi oleh setiap penjual dan pembeli. Tapi, kini? Bagaimana kita saksikan seorang di Indonesia dapat berbelanja laptop dari Jepang tanpa harus pergi ke sana dan tanpa harus repot menukar uang dan tanpa capek karena perjalanan panjang. Cukup di rumah, bermodalkan koneksi internet, proses itu semakin terasa cepat. Dalam proses sosial, hal itu pun bisa terjadi.
Mari kita lihat bagaimana TI mempengaruhi proses jual beli dan proses sosial, misalnya antara seorang anak dengan orangtuanya.
•Pada teknologi modern masa kini, jual-beli dilakukan di mal-mal ataupun melalui internet dengan menggunakan jasa paypal atau melalui transfer bank.
• Tidak adanya tawar menawar secara face to face dalam proses jual-beli, meski proses itu tetap ada, namun tanpa bertatap muka.
• Pada masa kini, orang-orang lebih mengutamakan berkomunikasi dengan menggunakan situs jejaring social seperti facebook, twitter, friendster, dan lain sebagainya.
• Orang jadi lebih sering berada di dunia maya sehingga menyebabkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar yang merupakan dunia nyata di mana ia tinggal menjadi berkurang.
• Hilangnya kode etik dan rasa takut untuk melakukan hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi, karena identitas di sana bisa saja dipalsukan atau disembunyikan.
• Lunturnya etika berkata-kata secara sopan santun, karena munculkan bahasa-bahasa ‘gaul’ yang kadang kasar dan sulit dimengerti oleh orang lain.
• Berkirim pesan lewat facebook atau twitter atau yang lain, di sampng memang lebih cepat, tapi esensi silaturahim dan saling berkunjung menjadi langka.
a. Model Kerja
• Melalui HP, seorang penjual dapat memesan barang ke
distributor. Begitu pula seorang pembeli dapat langsung memesan barang ke si
penjual, TANPA BERTATAP MUKA SECARA LANGSUNG.
• Seorang anak kuliah yang merantau ke Jogjakarta, yang asalnya
dari Kalimantan dapat dengan mudah menghubungi orangtuanya di Kalimantan,
sesering apa yang dia inginkan, melalui HP.
b. Nilai Etika Tradisional yang Hilang
• Hilangnya rasa saling mengenal (bagaimana wajahnya, bagaimana
sikapnya saat bertemu orang, tidak bisa kita ketahui bila tidak bertemu) dan
silaturahim antara pembeli dan penjual, dan ini merenggangkan hubungan.
• Seorang anak, merasa tidak perlu mudik Lebaran atau mudik
liburan lainnya, toh dengan HP dia bisa menelpon ibu dan bapaknya di kampung
halaman. Silaturahim anak dan orangtua menjadi jarang, bahkan renggang. Tidak
ada sungkem, atau berwajah seri kepada orangtua, kecuali harus dengan video
conference.
c. Penjelasan lebih lanjutJaman dahulu orang melakukan proses
transaksi jual beli di pasar. Di sini terdapat seni/tradisi jual beli yaitu
saling tawar menawar. Karena kemajuan teknologi, orang-orang mulai melakukan
proses jual-beli di mal-mal atau bahkan melakukan jual-beli di internet seperti
menggunakan paypal atau sejenisnya. Dengan adanya mal-mal, kita sudah
kehilangan tradisi tawar menawar, karena di mal-mal tersebut tidak ada barang
yang bisa di tawar. Apalagi dengan adanya paypal, kita jadi kehilangan etika
saling silaturahmi, karena dengan adanya paypal, kita jadi tidak bisa bertemu
langsung dengan si penjual, yang otomatis pula, kita sebagai penjual juga kita
tidak bisa bertemu dengan pembelinya.
2. Situs jejaring social social networking
a. Model kerja
b. Nilai etika tradisional yang hilang
c. Penjelasan lebih lanjut
Kepekaan terhadap lingkungan sekitar menjadi kurang biasanya
terjadi apabila kita terlalu sering berada di dunia maya, sehingga kita tidak
bisa tau apa yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Banyak orang yang enggan
keluar dari rumah karena sudah merasa cukup mendapatkan informasi melalui
internet. Kebanyakan orang tersebut memang mendapatkan informasi yang dia
inginkan, tapi apakah semua informasi ada di internet?bagaimana apabila
tetangga atau orang di sekitarnya mengalami masalah keuangan?apakah akan di
“umbar” di internet?bagaimana kalau orang itu tidak mempunyai akses internet?.
Bisa saja karena hal-hal tersebut kita menjadi jarang keluar rumah. Hal ini
tentu saja berpengaruh pada rasa persaudaraan kita yang hilang.
Dengan adanya situs jejaring social juga sudah menghilangkan
rasa takut pada diri kita untuk melakukan hal-hal yang berbau pornoaksi dan
pornografi. Misalnya saja masa kini sudah ada yang namanya “facebook of sex”.
Pada facebook tersebut, tidak sedikit orang yang “mengumbar” aurat mereka. Dan
kita sebagai pengguna/pemakau sudah merasakan hal yang lumrah untuk melihat
hal-hal tersebut. sudah tidak ada lagi rasa takut/rasa berdosa untuk melihat
hal-hal tersebut karena sudah tidak merasa diawasi lagi.
Interaksi hubungan dalam
kehidupan masyarakat senantiasa diwarnai dengan penyalahgunaan, pelanggaran,
ataupun penyimpangan. Walaupun telah ada etika sebagai pedoman dalam mengatur
kehidupan masyarakat, namun ada sebagian diantaranya yang tidak taat, atau menentang
dan bahkan membuat pelanggaran terhadap pedoman yang telah ada.
Kondisi demikian akan
menimbulkan ketidakseimbangan dalam masyarakat. Pola interaksi antar masyarakat
tidak lagi berjalan lancar, karena muncul konflik dan saling tidak percaya,
terjadi ketidakharmonisan dalam penghormatan terhadap etika yang ada, dimana
ada yang masih setia terhadap etika, namun sebagian cenderung menentang dan
membenarkan tindakannya. Dalam kondisi ini maka jika etika ataupun aturan yang
berlaku tidak memiliki kemampuan untuk memecahkan permasalahan, maka masyarakat
dalam kondisi krisis dan kekacauan pasti akan timbul.
Adapun beberapa hal yang
membuat seseorang melanggar etika antara lain:
1.
Kebutuhan Individu : Kebutuhan
seringkali adalah hal utama yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan
pelanggaran, misalnya seorang anak rela mencuri untuk mendapatkan uang demi
untuk membayar uang tunggakan sekolah. Seorang bapak yang akhirnya tewas
digebukin massa gara-gara mengambil susu dan beras di swalayan untuk menyambung
hidup bayi dan istrinya. Karyawan sebuah pabrik yang bertindak anarkis, karena
THR belum juga dibayarkan, padahal sudah melebihi jadwal yang dietentukan
pemerintah, dan lain-lain
2.
Tidak Ada Pedoman : Ketika
masyarakat dihadapkan pada persoalan yang belum jelas aturannya, maka mereka
melakukan intrepretasi sendiri atas persoalan yang dialami. Contohnya
pembangunan rumah kumuh di pinggir rel kereta api, di bawah jembatan layang, di
tanah kosong. Hal ini dikarenakan belum adanya perda ataupun ketentuan mengikat
yang memberikan kejelasan bahwa daerah tersebut tidak boleh ditempati dan
dibangun pemukiman liar. Sehingga masyarakat mengitrepretasikan, bahwa lahan
kosong yang tidak digunakan boleh dibuat tempat tinggal, apalagi mereka bagian
dari warga Negara. Sehingga pada saat tiba waktunya untk membersihkan, maka
sudak terlalu komplek permasalahannya dan sulit dipecahkan.
3.
Perilaku
dan Kebiasaan Individu : kebiasaan yang terakumulasi dan tidak dikoreksi akan
dapat menimbulkan pelanggaran. Contohnya; anggota DPR yang setiap menelurkan
kebijakan selalu ada komisi atau uang tips, ataupu ada anggota yang tidup pada
saat sidang berlangsung. Hal demikian ini salah dan keliru. Namunkarena teklah
dilakukan bertahun-tahun, dan pelakunya hampir mayoritas, maka perilaku yang
menyimpang tadi dianggap biasa, tidak ada masalah.
4. Lingkungan Yang Tidak Etis: Lingkungan yang memiliki daya
dukung moral yang buruk, akan mampu membuat seseorang menjadi menyimpang
perilakunya untuk tidak taat terhadap pedoman yang berlaku. Contonya seorang residivis
kambuhan, yang selalu keluar masuk penjara. Dalam penjara yang notabene
merupakan tempat yang kurang baik, maka mempebgaruhi pola pikir seseorang.
Sehingga setiap kali dia masuk penjara, ketika keluar telah memiliki informasi,
keahlian, ketrampilan yang baru untuk dapat menyempurnakan tndakan kejahannya.
5.
Perilaku
Orang yang Ditiru: Dalam hal ini, ketika seseorang melakkan pelanggaran
terhadap etika, dapat juga karena dia mengimitasi tindakan orang yang dia
pandang sebagai tauladan. Seoarng anak yang setiap hari melihat ibunya dipukuli
oleh bapaknya, maka bisa jadi pada saat dalam pergaulan, si anak cenderung
kasar baik dalam perkataan ataupun perbuatan. Dan itu semua dia dapatkan dari
pengamatan dirumah yang dilakuakan oleh bapaknya.
Sanksi Pelanggaran Etika:
1.
Sanksi
Sosial : Sanksi ini diberikan oleh masyarakat sendiri, tanpa melibatkan pihak
berwenang. Pelanggaran yang terkena sanksi sosial biasanya merupakan kejahatan
kecil, ataupun pelanggaran yang dapat dimaafkan. Dengan demikian hukuman yang
diterima akan ditentukan leh masyarakat, misalnya membayar ganti rugi dsb,
pedoman yang digunakan adalah etika setempat berdasarkan keputusan bersama.
2.
Sanksi
Hukum : Sanksi ini diberikan oleh pihak berwengan, dalam hal ini pihak
kepolisian dan hakim. Pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat
dan harus diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata. Pedomannya suatu
KUHP.
No comments:
Post a Comment
Silahkan komentar dengan baik dan sesuai dengan topik...!