Tuesday, April 23, 2019

Teknologi Yang Melunturkan Etika Tradisional Serta Sanksinya


Selamat malam sehat semuanya kali ini saya akan menulis tentang 3 contoh perubahan bisnis atau sosial  yang dapat melunturkan nilai etika tradisional dan pelanggaran-pelanggaran terhadap etika akan mendapatkan sanksi sosial ataupun sanksi hukum
tulisan ini kami rangkum dengan tujuan berbagi pengetahuan  berbagi pengetahuan serta untuk tugas dari mata kuliah Etika Profesi dunia IT.

       Kemajuan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memang begitu pesat, bahkan sangat pesat. Terlihat dari banyaknya alat teknologi dan komunikasi yang semakin canggih, beragam, dan dalam jumlah yang luar biasa. Kemajuan ini membawa efek positif bagi kehidupan manusia dan beberapa proses bisnis maupun proses non-bisnis lainnya. Sebagai contohnya, dengan adaya koneksi internet saat ini, seorang dosen dapat meng-upload materi ajarnya di internet, entah di situs penyimpanan online ataupun di blog pribadi guru tersebut, sehingga para mahasiswa dapat mengakses materi kuliah tersebuit di manapun dan kapanpun mereka inginkan, asal ada koneksi internet, tentunya. Begitu juga teknologi lainnya, seperti printer, telepon genggam, GPS, dan lain sebagainya.
Namun, setiap benda di dunia ini pasti punya sisi positif dan negatif, atau kelebihan dan kekurangannya. Dan teknologi informasi-komunikasi pun takkan bisa kuput dari kedua sisi ini. Dan dalam tulisan ini, akan sedikit saya singgung sisi kekurangannya atau dampak kemajuan teknologi yang merubah proses bisnis maupun sosial yang dapat melunturkan nilai-nilai etika tradisional kemasyarakatan.


1. Proses Jual Beli dan Hubungan Anak Perantauan dengan Orangtua
Mau tidak mau, proses yang satu ini musti akan ikut berubah prosesnya. Dulu, orang jual beli memakai model barter, sebelum orang mengenal uang. Lalu setelah mengenal uang, orang mulai membeli dan menjual, dengan uang sebagai alat tukarnya. Dan proses itu biasa terjadi sebuah tempat yang disebut PASAR, dan tempat itu memang punya fisik, nyata, dan bisa didatangi oleh setiap penjual dan pembeli. Tapi, kini? Bagaimana kita saksikan seorang di Indonesia dapat berbelanja laptop dari Jepang tanpa harus pergi ke sana dan tanpa harus repot menukar uang dan tanpa capek karena perjalanan panjang. Cukup di rumah, bermodalkan koneksi internet, proses itu semakin terasa cepat. Dalam proses sosial, hal itu pun bisa terjadi.
Mari kita lihat bagaimana TI mempengaruhi proses jual beli dan proses sosial, misalnya antara seorang anak dengan orangtuanya.

•Pada teknologi modern masa kini, jual-beli dilakukan di mal-mal ataupun melalui internet dengan menggunakan jasa paypal atau melalui transfer bank.
• Tidak adanya tawar menawar secara face to face dalam proses jual-beli, meski proses itu tetap ada, namun tanpa bertatap muka.
• Pada masa kini, orang-orang lebih mengutamakan berkomunikasi dengan menggunakan situs jejaring social seperti facebook, twitter, friendster, dan lain sebagainya.
• Orang jadi lebih sering berada di dunia maya sehingga menyebabkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar yang merupakan dunia nyata di mana ia tinggal menjadi berkurang.
• Hilangnya kode etik dan rasa takut untuk melakukan hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi, karena identitas di sana bisa saja dipalsukan atau disembunyikan.
• Lunturnya etika berkata-kata secara sopan santun, karena munculkan bahasa-bahasa ‘gaul’ yang kadang kasar dan sulit dimengerti oleh orang lain.
• Berkirim pesan lewat facebook atau twitter atau yang lain, di sampng memang lebih cepat, tapi esensi silaturahim dan saling berkunjung menjadi langka.
a. Model Kerja
• Melalui HP, seorang penjual dapat memesan barang ke distributor. Begitu pula seorang pembeli dapat langsung memesan barang ke si penjual, TANPA BERTATAP MUKA SECARA LANGSUNG.
• Seorang anak kuliah yang merantau ke Jogjakarta, yang asalnya dari Kalimantan dapat dengan mudah menghubungi orangtuanya di Kalimantan, sesering apa yang dia inginkan, melalui HP.
b. Nilai Etika Tradisional yang Hilang
• Hilangnya rasa saling mengenal (bagaimana wajahnya, bagaimana sikapnya saat bertemu orang, tidak bisa kita ketahui bila tidak bertemu) dan silaturahim antara pembeli dan penjual, dan ini merenggangkan hubungan.
• Seorang anak, merasa tidak perlu mudik Lebaran atau mudik liburan lainnya, toh dengan HP dia bisa menelpon ibu dan bapaknya di kampung halaman. Silaturahim anak dan orangtua menjadi jarang, bahkan renggang. Tidak ada sungkem, atau berwajah seri kepada orangtua, kecuali harus dengan video conference.
c. Penjelasan lebih lanjutJaman dahulu orang melakukan proses transaksi jual beli di pasar. Di sini terdapat seni/tradisi jual beli yaitu saling tawar menawar. Karena kemajuan teknologi, orang-orang mulai melakukan proses jual-beli di mal-mal atau bahkan melakukan jual-beli di internet seperti menggunakan paypal atau sejenisnya. Dengan adanya mal-mal, kita sudah kehilangan tradisi tawar menawar, karena di mal-mal tersebut tidak ada barang yang bisa di tawar. Apalagi dengan adanya paypal, kita jadi kehilangan etika saling silaturahmi, karena dengan adanya paypal, kita jadi tidak bisa bertemu langsung dengan si penjual, yang otomatis pula, kita sebagai penjual juga kita tidak bisa bertemu dengan pembelinya.
2. Situs jejaring social social networking
a. Model kerja
b. Nilai etika tradisional yang hilang
c. Penjelasan lebih lanjut
Kepekaan terhadap lingkungan sekitar menjadi kurang biasanya terjadi apabila kita terlalu sering berada di dunia maya, sehingga kita tidak bisa tau apa yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Banyak orang yang enggan keluar dari rumah karena sudah merasa cukup mendapatkan informasi melalui internet. Kebanyakan orang tersebut memang mendapatkan informasi yang dia inginkan, tapi apakah semua informasi ada di internet?bagaimana apabila tetangga atau orang di sekitarnya mengalami masalah keuangan?apakah akan di “umbar” di internet?bagaimana kalau orang itu tidak mempunyai akses internet?. Bisa saja karena hal-hal tersebut kita menjadi jarang keluar rumah. Hal ini tentu saja berpengaruh pada rasa persaudaraan kita yang hilang.
Dengan adanya situs jejaring social juga sudah menghilangkan rasa takut pada diri kita untuk melakukan hal-hal yang berbau pornoaksi dan pornografi. Misalnya saja masa kini sudah ada yang namanya “facebook of sex”. Pada facebook tersebut, tidak sedikit orang yang “mengumbar” aurat mereka. Dan kita sebagai pengguna/pemakau sudah merasakan hal yang lumrah untuk melihat hal-hal tersebut. sudah tidak ada lagi rasa takut/rasa berdosa untuk melihat hal-hal tersebut karena sudah tidak merasa diawasi lagi.

Interaksi hubungan dalam kehidupan masyarakat senantiasa diwarnai dengan penyalahgunaan, pelanggaran, ataupun penyimpangan. Walaupun telah ada etika sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan masyarakat, namun ada sebagian diantaranya yang tidak taat, atau menentang dan bahkan membuat pelanggaran terhadap pedoman yang telah ada.

Kondisi demikian akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam masyarakat. Pola interaksi antar masyarakat tidak lagi berjalan lancar, karena muncul konflik dan saling tidak percaya, terjadi ketidakharmonisan dalam penghormatan terhadap etika yang ada, dimana ada yang masih setia terhadap etika, namun sebagian cenderung menentang dan membenarkan tindakannya. Dalam kondisi ini maka jika etika ataupun aturan yang berlaku tidak memiliki kemampuan untuk memecahkan permasalahan, maka masyarakat dalam kondisi krisis dan kekacauan pasti akan timbul.
Adapun beberapa hal yang membuat seseorang melanggar etika antara lain:
1.     Kebutuhan Individu : Kebutuhan seringkali adalah hal utama yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pelanggaran, misalnya seorang anak rela mencuri untuk mendapatkan uang demi untuk membayar uang tunggakan sekolah. Seorang bapak yang akhirnya tewas digebukin massa gara-gara mengambil susu dan beras di swalayan untuk menyambung hidup bayi dan istrinya. Karyawan sebuah pabrik yang bertindak anarkis, karena THR belum juga dibayarkan, padahal sudah melebihi jadwal yang dietentukan pemerintah, dan lain-lain
2.     Tidak Ada Pedoman : Ketika masyarakat dihadapkan pada persoalan yang belum jelas aturannya, maka mereka melakukan intrepretasi sendiri atas persoalan yang dialami. Contohnya pembangunan rumah kumuh di pinggir rel kereta api, di bawah jembatan layang, di tanah kosong. Hal ini dikarenakan belum adanya perda ataupun ketentuan mengikat yang memberikan kejelasan bahwa daerah tersebut tidak boleh ditempati dan dibangun pemukiman liar. Sehingga masyarakat mengitrepretasikan, bahwa lahan kosong yang tidak digunakan boleh dibuat tempat tinggal, apalagi mereka bagian dari warga Negara. Sehingga pada saat tiba waktunya untk membersihkan, maka sudak terlalu komplek permasalahannya dan sulit dipecahkan.
3.     Perilaku dan Kebiasaan Individu : kebiasaan yang terakumulasi dan tidak dikoreksi akan dapat menimbulkan pelanggaran. Contohnya; anggota DPR yang setiap menelurkan kebijakan selalu ada komisi atau uang tips, ataupu ada anggota yang tidup pada saat sidang berlangsung. Hal demikian ini salah dan keliru. Namunkarena teklah dilakukan bertahun-tahun, dan pelakunya hampir mayoritas, maka perilaku yang menyimpang tadi dianggap biasa, tidak ada masalah.
4.     Lingkungan Yang Tidak Etis: Lingkungan yang memiliki daya dukung moral yang buruk, akan mampu membuat seseorang menjadi menyimpang perilakunya untuk tidak taat terhadap pedoman yang berlaku. Contonya seorang residivis kambuhan, yang selalu keluar masuk penjara. Dalam penjara yang notabene merupakan tempat yang kurang baik, maka mempebgaruhi pola pikir seseorang. Sehingga setiap kali dia masuk penjara, ketika keluar telah memiliki informasi, keahlian, ketrampilan yang baru untuk dapat menyempurnakan tndakan kejahannya.
5.     Perilaku Orang yang Ditiru: Dalam hal ini, ketika seseorang melakkan pelanggaran terhadap etika, dapat juga karena dia mengimitasi tindakan orang yang dia pandang sebagai tauladan. Seoarng anak yang setiap hari melihat ibunya dipukuli oleh bapaknya, maka bisa jadi pada saat dalam pergaulan, si anak cenderung kasar baik dalam perkataan ataupun perbuatan. Dan itu semua dia dapatkan dari pengamatan dirumah yang dilakuakan oleh bapaknya.

Sanksi Pelanggaran Etika:
1.     Sanksi Sosial : Sanksi ini diberikan oleh masyarakat sendiri, tanpa melibatkan pihak berwenang. Pelanggaran yang terkena sanksi sosial biasanya merupakan kejahatan kecil, ataupun pelanggaran yang dapat dimaafkan. Dengan demikian hukuman yang diterima akan ditentukan leh masyarakat, misalnya membayar ganti rugi dsb, pedoman yang digunakan adalah etika setempat berdasarkan keputusan bersama.
2.     Sanksi Hukum : Sanksi ini diberikan oleh pihak berwengan, dalam hal ini pihak kepolisian dan hakim. Pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat dan harus diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata. Pedomannya suatu KUHP.




No comments:

Post a Comment

Silahkan komentar dengan baik dan sesuai dengan topik...!

CONTOH KASUS KEJAHATAN KOMPUTER BEDARSARKAN PASAL UU ITE

1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundang...